Langsung ke konten utama

Terima Kasih Luka

Kamu tahu apa yang paling aku ingat
tentang dirimu?
Kesedihan.
Ya, tepat sekali.
Kesedihan menyelinap masuk.
Ia bahkan sampai seperti tidak tahu kemana pintu keluar dari hati.

Aku sempat berpikir,
Alangkah senangnya jika aku dapat melihatmu, lagi.
Setelah sekian lama kita bahkan tak tahu apapun.

Tapi aku salah.
Aku keliru.
Ternyata luka masih membekas.
Luka? Oh?
Luka memberikan rasa sakit yang terus membelenggu hatiku.
Tapi rindu juga menguat didalam hati.
Bagaimana menurutmu?

Tapi kau tahu?
Luka yang menyakitkan,
Juga memberitahukanku bagaimana sebenarnya hatiku.
Bagaimana hatiku terhadap mu.
Dan bagaimana kamu padaku.

Aku melihat masuk kedalam hatimu.
Walaupun kontak mata diantara kita tak terjadi.
Aku menyentuh hatimu.
Hati yang dulu sempat memberiku harapan.
Ternyata,
Ternyata?
Kamu enggan melihat hatimu.
Kamu begitu mantap untuk melemparkan rasamu.

Oh?
Apa aku salah?
Kamu sepertinya sudah bukan kamu yang dahulu.
Hati yang ku sukai sudah lama tiada.
Hati yang ku rindu ternyata sudah mati.
Kini, yang bersemayam di dalam dirimu
Hanyalah pisau yang siap menusuk luka lamaku
Menjadi luka baru, lagi.

Terima kasih, luka.
Karena menyadarkanku bagaimana rinduku dibalas olehnya.
Memang hatiku terluka, lagi.
Ketika matanya bahkan membuang pandangannya terhadapku.
Memang hatiku semakin sakit, lagi.
Pedihnya hatiku semakin terasa saat dia bahkan mengacuhkanku.
Tapi,
Terima kasih, luka.
Cepatlah sembuh.
Segeralah membaik.
Bersabarlah sedikit lebih lama lagi.
Seseorang akan membuatmu lebih hangat.
Seseorang akan menghentikan lebam itu.
Hanya, tunggulah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Seharusnya Tidak Seperti Ini

Aku tidak berbohong, Ketika aku mengatakan tertarik padamu. Aku tidak menyangkal, Bahwa aku memikirkanmu. Tapi setelah terpikirkan kembali, Seharusnya tidak seperti ini. Sebagaimana mestinya, Hati dapat terbolak balik. Ketika matahari terbenam, Rinduku tidak ikut membenamkan diri. Seharusnya tidak seperti ini. Sebagaimana mestinya, Rasa ini terkadang berubah. Aku tidak lari. Aku tidak bersembunyi. Tapi apa yang terjadi? Saat Allah berkata jangan, Aku takkan melakukan. Aku berjaga. Aku turut diam. Bahkan ketika kamu menjauhkan diri, Meski rinduku menusuk hati, Aku tidak menuntutmu untuk berbalik. Aku tidak menyerah. Aku hanya pasrah karena Allah. Karena Allah tahu. Karena Allah sudah putuskan. Seharusnya tidak seperti ini. Dari awal angin berhembus menerbangkan dedaunan kering itu, Seharusnya aku tahu, Hatiku milikNya. Dan aku tidak pergi kearah kemana hatiku tidak mengarahkannya. Kini, tinggalah hatiku sendiri. Dan kamu, juga telah tertutup embun