Langsung ke konten utama

Delusi

Luka mencekal rinduku pagi tadi.
Menuntut hati untuk membenci.
Kisah lalu memang masih mengiringi.
Bersama dengan amarah yang mengitari.

Hati,
Tidakkah kau ketahui?
Walau seberapa rasanya benci,
Rindu tetaplah menjadi sang penghangat hati.
Walau mungkin ada kecacatan dalam meraih mimpi.
Tapi sungguh, dia selalu menghiasi hati.

Oh, ya.
Kamu?
Bukankah kamu menyadari?
Bahwa semua ini darimu.
Rindu, dan juga luka.

Aku selalu merindukanmu, seperti pagi tadi.
Meski kamu tak mampu merindukan ku lagi.
Dan selalu terngiang dalam pikirku,
Perkataan terakhir perjumpaan kita.

Katamu, semua cerita kita adalah bagian dari delusi ku semata.
Begitu kah?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Seharusnya Tidak Seperti Ini

Aku tidak berbohong, Ketika aku mengatakan tertarik padamu. Aku tidak menyangkal, Bahwa aku memikirkanmu. Tapi setelah terpikirkan kembali, Seharusnya tidak seperti ini. Sebagaimana mestinya, Hati dapat terbolak balik. Ketika matahari terbenam, Rinduku tidak ikut membenamkan diri. Seharusnya tidak seperti ini. Sebagaimana mestinya, Rasa ini terkadang berubah. Aku tidak lari. Aku tidak bersembunyi. Tapi apa yang terjadi? Saat Allah berkata jangan, Aku takkan melakukan. Aku berjaga. Aku turut diam. Bahkan ketika kamu menjauhkan diri, Meski rinduku menusuk hati, Aku tidak menuntutmu untuk berbalik. Aku tidak menyerah. Aku hanya pasrah karena Allah. Karena Allah tahu. Karena Allah sudah putuskan. Seharusnya tidak seperti ini. Dari awal angin berhembus menerbangkan dedaunan kering itu, Seharusnya aku tahu, Hatiku milikNya. Dan aku tidak pergi kearah kemana hatiku tidak mengarahkannya. Kini, tinggalah hatiku sendiri. Dan kamu, juga telah tertutup embun