“
Livi!”
Sontak mataku menatap seseorang yang
berdiri didaun pintu kelasku. Dia adalah teman baruku. Seseorang yang kini
menjadi sahabat karibku, kita baru kenal beberapa hari yang lalu, tapi entah
mengapa, dia berbeda. Dia bukan teman musiman, dan bukan juga teman kebutuhan.
Tapi dia adalah teman yang selalu ada untukku. Dia selalu disisiku apapun
keadaannya.
Semua
temanku baik, tapi aku merasakan hal yang beda dengan dia.
“ Liv, ke kantin yuk!”. Dia
menghampiriku. Menggandeng tanganku. Menarikku menuju kantin sekolah.
“ Kamu lapar, apa doyan?”. Tanyaku melihatnya makan dengan lahap.
“ Dua – Duanya Liv, mama ku tadi tak
membuatkan ku sarapan, jadi aku kelaparan!”
“ Haha kasihan!”
“ Kamu sudah sarapan?”
“ Sudah”
Namanya Dimas. Seperti biasa, dia
selalu membuatku merasa berarti dimata orang lain. Meski kadang aku merasa
jatuh, tapi lagi – lagi dia mengangkatku dan mengukir senyum diwajahku.
Mungkin, semua orang yang melihatku
seperti ini pada Dimas akan langsung bisa menebak, aku menyukai Dimas. Aku
seperti Tumbuhan kering, dengan daun yang mulai berubah berwarna kecoklatan
yang tertiup angin sepoy – sepoy saja gugur. Dan diselamatkan oleh setetes air
segar.
Tapi dengan sadar diri, aku
menyembunyikan rasa ini hanya karena alasan dia pintar, aku tidak. Aku orang
sederhana, dia orang punya. Malam itu, dia memang pernah berkata dia menyukai
ku. Tapi entah mengapa, aku malah mengabaikannya. Aku alihkan pembicaraan pada
hal yang lain. Aku belum mau dia mengetahui apa yang aku rasakan padanya. Aku
juga tahu, berani jatuh cinta berarti berani patah hati. Semakin aku hindari,
rasa itu malah semakin mengejarku dan memaksaku untuk katakan ini pada Dimas.
Sayangnya, keberanianku belum sebesar
rasa egoisku. Aku berusaha menganggapnya seakan tak pernah ada percakapan
apapun antara aku dan dia tentang suatu rasa.
Sore ini, Dimas mengajakku untuk
bersepeda. Tepat pukul 15.00 WIB aku sudah bersiap bersama dengan sepeda
berwarna putihku didepan rumah. Menunggu Dimas.
Sekitar
5 menit aku menunggu, akhirnya Dimas datang bersama sepeda hitamnya. Keren. Aku
tak pernah sangka, dia akan sekeren ini jika tak sedang berbalut segaram
sekolah.
Kedua bola mataku seakan tak ingin
berpindah pandangan. Yang sedari tadi terus saja menatapi Dimas dari ujung
kepala hingga ujung kakinya.
“ Kenapa kamu?”. Tanya Dimas sambil
memegang pundak sebelah kananku.
Jantungku semakin berdebar kencang.
Seolah – olah akan lepas dari tempatnya. Saraf – saraf ku seakan – akan
terputus seketika. Aku tak tahu harus menjawab apa, tanpa menjawabnya aku
segera menggenjot sepedaku menuju tempat yang dituju oleh aku dan Dimas.
Diperjalanan, Dimas mengajakku untuk
adu cepat. Siapa yang sampai didanau terlebih dahulu, maka ia akan diberi dua
amplop surat yang terlah berisikan hadiah. Tanpa pikir panjang, aku
menyetujuinya dan bergegas menyelip Dimas.
Aku tak ingin kalah!
Ya! Dan aku memenangkan pertandingan
singkat ini. Dimas terkapar direrumputan ditepi danau itu. Manis. Aku tak
pernah membayangkan, masih ada saja lelaki semanis Dimas. Menurut orang lain,
mungkin ini lebay/alay biarlah. Orang
jatuh cinta bebas bukan? Haha!
“ Haha, ayo mana hadiah untukku yang
tadi kamu bilang?”. Pintaku sambil mentertawakan Dimas yang masih mengatur
nafasnya perlahan.
“ Ini. Kamu pilih kedua surat ini.
Lalu, kamu bacakan isi dari surat itu. Itu adalah hadiahnya. Kamu harus terima
itu!”
“ Harus? Bagaimana jika aku tak mau?”
“ Harus mau Liv!”
Permintaan Dimas membuatku tercengang.
Aku tak berfikiran sampai jauh, malah otakku tak memikirkan apapun.
Setelah ku buka surat berwarna pink
itu, aku makin tercengang dan entah apa yang harus ku perbuat. Isi surat itu,
To
: LIVIA DIERA RAHAYU
Hi
Livia! Teman baikku! Satu – satunya teman perempuan terbaikku! Aku
menyayangimu. Aku tak ingin melihatmu bersedih. Apapun keluh kesahmu, tolong
jangan jatuhkan satu tetespun air matamu! Aku tak ingin itu terjadi, meski kita
mungkin tak selamanya bersama, tapi aku berjanji padamu, jika suatu saat kita
berpisah, aku akan kembali untukmu. Dan satu hal yang perlu kau tahu, kau
segalanya. Dan izinkan aku untuk memilikimu. Love ya~~
From : DIMAS
ZEA RENALDY
Sungguh? Benarkah? Batinku seakan tak
mau berhenti bertanya seperti itu. Aku terdiam. Aku tak berkutik. Antara
senang, bingung semuanya bercampur. Lagi – lagi Dimas membuatku tercengang sore
hari ini. Sesekali, mataku melirik kearahnya yang sedang menikmati suasana
sejuk sore hari ditepi danau ini. Tapi air mataku menetes seketika. Aku tak
percaya. Aku tak pernah membayangkan Dimas akan melakukan seperti ini. Untuk
kedua kalinya ia menyatakan rasa yang dia milii. Dan untuk kali ini, dia benar
– benar membuatku percaya akan adanya cinta diantara aku dan dia. Bukan hanya
rasa sayang sebagai teman ataupun sebagai kakak dan adik.
“ Hey, apa kau tak paham yang ku
maksudkan dalam surat itu?”. Tanyanya menatapku.
“ Aku mengatakan padamu melalui surat
itu, aku tak ingin melihatmu menangis, dan aku tak mau kau bersedih. Tapi saat
ini, didepanku kau menangis. Menangisi apa? Apa aku membuatmu sedih? Bukankah
didalam surat itu aku menyatakan aku mencintaimu? Apa salah?”
“ Tidak. Aku hanya menangis bahagia
saja. Aku tak cukup pintar untuk menahan air mata bahagiaku karenamu”
“ Benar kau menangis karena kau bahagia
karenaku?”
“ Iya”
“ Coba sekarang kamu lihat apa yang
sedang burung jantan itu lakukan? Dan lihat juga diatas pohon itu, apa yang
sedang dilakukan betina bersama anak – anaknya? Mereka saling bekerja sama demi
kelangsungan hidupnya. Dan aku juga begitu. Aku ingin kau juga berusaha untuk
mendampingiku tetap berada disampingku sebagai betinaku apapun yang terjadi”
“ Rasanya tak percaya, kau akan
mengucapkan hal ini”
“ Apa perlu aku membawamu ke langit
lalu aku terjun bebas dan berkata aku menyayangimu sebelum aku terkujur kaku
dibumi?”
“ Haha, tidak juga.”
Dan dimulai pada sore itu, aku dan
Dimas menjalin hubungan.
Dari hari ke hari, Dimas selalu ada
untukku. Masih sama seperti dulu, tak ada yang berubah dari dirinya. Sikapnya,
sifatnya padaku masih sama. Masih membuatku tercengang!
Malam ini, aku merasakan dingin.
Mungkin hanyalah dingin biasa, angin malam yang mencoba merasuk ke dalam
kamarku, semakin menjadikan suasana malam ini mencekam. Tak ada orang satupun
dirumah ini. Hanya dengan diselimuti selimut, aku mencoba memejamkan mataku.
Berharap aku dapat terlelap dengan nyenyak dimalam yang dingin ini. Perasaanku
juga semakin tak menentu. Handphone ku juga mati karena habis baterai.
Baru sekitar satu jam aku tertidur
pulas, tiba – tiba dijendela kamarku terdengar suara. Aku mungkin termasuk orang penakut, tapi jika
ini membahayakan aku, aku tak segan – segan untuk melawannya! Aku mencoba
bangun, mengendap – ngendap dikamarku sendiri, mengambil sebatang kayu yang ada
di pojokan dekat lemari ku. Perlahan, ku buka jendela kamarku yang tertutup
oleh kain penutup jendela.
Dan benar adanya. Dibelakang jendelaku
ada orang memakai jaket hitam dan memakai topi hitam pula. Dengan rasa takut
yang memang sudah menyelimutiku sedari tadi, aku mengumpulkan semua keberanian
didalam jiwaku, ku angkat kayu itu tepat diatas kepala lelaki itu. Dan saat aku
ingin memukulnya, tiba – tiba ia membalik badan. Mengejutkanku.
“ Selamat malam sayang!”
“ Kurang ngajar!”
“ Loh, aku kan pacarmu!”
“ Tapi kau juga tak berhak menakutiku
seperti ini! Coba bayangkan, bagaimana jadinya kepalamu jika aku benar – benar
memukulmu?”
“ Haha. Kamu mengkhawatirkanku juga
ternyata Liv!”. Dimas malah menertawakanku dengan puas sambil membuka jaketnya.
“ Mau apa kau kemari?”. Tanyaku ketus.
“ Hey, santai! Aku hanya merindukanmu”
“ You make me angry Dimas!”
“ Oh haha I’m so sorry Livi sayang”.
Jawabnya sambil mengacak –acak rambutku yang memang sudah acak – acakkan.
Lalu, malam itu berubah menjadi malam
yang menyenangkan. Lagi – lagi untuk yang kesekian kalinya, Dimas membuat
hariku berwarna meski dimalam yang gelap dan dingin sekalipun.

*Bersambung
Komentar
Posting Komentar