Langsung ke konten utama

Give Love [1]


Falling in Love



          “ Livi!”
Sontak mataku menatap seseorang yang berdiri didaun pintu kelasku. Dia adalah teman baruku. Seseorang yang kini menjadi sahabat karibku, kita baru kenal beberapa hari yang lalu, tapi entah mengapa, dia berbeda. Dia bukan teman musiman, dan bukan juga teman kebutuhan. Tapi dia adalah teman yang selalu ada untukku. Dia selalu disisiku apapun keadaannya.
          Semua temanku baik, tapi aku merasakan hal yang beda dengan dia.

“ Liv, ke kantin yuk!”. Dia menghampiriku. Menggandeng tanganku. Menarikku menuju kantin sekolah.
“ Kamu lapar, apa doyan?”. Tanyaku melihatnya makan dengan lahap.
“ Dua – Duanya Liv, mama ku tadi tak membuatkan ku sarapan, jadi aku kelaparan!”
“ Haha kasihan!”
“ Kamu sudah sarapan?”
“ Sudah”

Namanya Dimas. Seperti biasa, dia selalu membuatku merasa berarti dimata orang lain. Meski kadang aku merasa jatuh, tapi lagi – lagi dia mengangkatku dan mengukir senyum diwajahku.
Mungkin, semua orang yang melihatku seperti ini pada Dimas akan langsung bisa menebak, aku menyukai Dimas. Aku seperti Tumbuhan kering, dengan daun yang mulai berubah berwarna kecoklatan yang tertiup angin sepoy – sepoy saja gugur. Dan diselamatkan oleh setetes air segar.
Tapi dengan sadar diri, aku menyembunyikan rasa ini hanya karena alasan dia pintar, aku tidak. Aku orang sederhana, dia orang punya. Malam itu, dia memang pernah berkata dia menyukai ku. Tapi entah mengapa, aku malah mengabaikannya. Aku alihkan pembicaraan pada hal yang lain. Aku belum mau dia mengetahui apa yang aku rasakan padanya. Aku juga tahu, berani jatuh cinta berarti berani patah hati. Semakin aku hindari, rasa itu malah semakin mengejarku dan memaksaku untuk katakan ini pada Dimas.
Sayangnya, keberanianku belum sebesar rasa egoisku. Aku berusaha menganggapnya seakan tak pernah ada percakapan apapun antara aku dan dia tentang suatu rasa.
Sore ini, Dimas mengajakku untuk bersepeda. Tepat pukul 15.00 WIB aku sudah bersiap bersama dengan sepeda berwarna putihku didepan rumah. Menunggu Dimas.

          Sekitar 5 menit aku menunggu, akhirnya Dimas datang bersama sepeda hitamnya. Keren. Aku tak pernah sangka, dia akan sekeren ini jika tak sedang berbalut segaram sekolah.
Kedua bola mataku seakan tak ingin berpindah pandangan. Yang sedari tadi terus saja menatapi Dimas dari ujung kepala hingga ujung kakinya.
“ Kenapa kamu?”. Tanya Dimas sambil memegang pundak sebelah kananku.
Jantungku semakin berdebar kencang. Seolah – olah akan lepas dari tempatnya. Saraf – saraf ku seakan – akan terputus seketika. Aku tak tahu harus menjawab apa, tanpa menjawabnya aku segera menggenjot sepedaku menuju tempat yang dituju oleh aku dan Dimas.
Diperjalanan, Dimas mengajakku untuk adu cepat. Siapa yang sampai didanau terlebih dahulu, maka ia akan diberi dua amplop surat yang terlah berisikan hadiah. Tanpa pikir panjang, aku menyetujuinya dan bergegas menyelip Dimas.
Aku tak ingin kalah!
Ya! Dan aku memenangkan pertandingan singkat ini. Dimas terkapar direrumputan ditepi danau itu. Manis. Aku tak pernah membayangkan, masih ada saja lelaki semanis Dimas. Menurut orang lain, mungkin ini lebay/alay biarlah. Orang jatuh cinta bebas bukan? Haha!

“ Haha, ayo mana hadiah untukku yang tadi kamu bilang?”. Pintaku sambil mentertawakan Dimas yang masih mengatur nafasnya perlahan.
“ Ini. Kamu pilih kedua surat ini. Lalu, kamu bacakan isi dari surat itu. Itu adalah hadiahnya. Kamu harus terima itu!”
“ Harus? Bagaimana jika aku tak mau?”
“ Harus mau Liv!”
Permintaan Dimas membuatku tercengang. Aku tak berfikiran sampai jauh, malah otakku tak memikirkan apapun.
Setelah ku buka surat berwarna pink itu, aku makin tercengang dan entah apa yang harus ku perbuat. Isi surat itu,

To : LIVIA DIERA RAHAYU
Hi Livia! Teman baikku! Satu – satunya teman perempuan terbaikku! Aku menyayangimu. Aku tak ingin melihatmu bersedih. Apapun keluh kesahmu, tolong jangan jatuhkan satu tetespun air matamu! Aku tak ingin itu terjadi, meski kita mungkin tak selamanya bersama, tapi aku berjanji padamu, jika suatu saat kita berpisah, aku akan kembali untukmu. Dan satu hal yang perlu kau tahu, kau segalanya. Dan izinkan aku untuk memilikimu. Love ya~~
          From : DIMAS ZEA RENALDY

Sungguh? Benarkah? Batinku seakan tak mau berhenti bertanya seperti itu. Aku terdiam. Aku tak berkutik. Antara senang, bingung semuanya bercampur. Lagi – lagi Dimas membuatku tercengang sore hari ini. Sesekali, mataku melirik kearahnya yang sedang menikmati suasana sejuk sore hari ditepi danau ini. Tapi air mataku menetes seketika. Aku tak percaya. Aku tak pernah membayangkan Dimas akan melakukan seperti ini. Untuk kedua kalinya ia menyatakan rasa yang dia milii. Dan untuk kali ini, dia benar – benar membuatku percaya akan adanya cinta diantara aku dan dia. Bukan hanya rasa sayang sebagai teman ataupun sebagai kakak dan adik.

“ Hey, apa kau tak paham yang ku maksudkan dalam surat itu?”. Tanyanya menatapku.
“ Aku mengatakan padamu melalui surat itu, aku tak ingin melihatmu menangis, dan aku tak mau kau bersedih. Tapi saat ini, didepanku kau menangis. Menangisi apa? Apa aku membuatmu sedih? Bukankah didalam surat itu aku menyatakan aku mencintaimu? Apa salah?”
“ Tidak. Aku hanya menangis bahagia saja. Aku tak cukup pintar untuk menahan air mata bahagiaku karenamu”
“ Benar kau menangis karena kau bahagia karenaku?”
“ Iya”
“ Coba sekarang kamu lihat apa yang sedang burung jantan itu lakukan? Dan lihat juga diatas pohon itu, apa yang sedang dilakukan betina bersama anak – anaknya? Mereka saling bekerja sama demi kelangsungan hidupnya. Dan aku juga begitu. Aku ingin kau juga berusaha untuk mendampingiku tetap berada disampingku sebagai betinaku apapun yang terjadi”
“ Rasanya tak percaya, kau akan mengucapkan hal ini”
“ Apa perlu aku membawamu ke langit lalu aku terjun bebas dan berkata aku menyayangimu sebelum aku terkujur kaku dibumi?”
“ Haha, tidak juga.”

Dan dimulai pada sore itu, aku dan Dimas menjalin hubungan.
Dari hari ke hari, Dimas selalu ada untukku. Masih sama seperti dulu, tak ada yang berubah dari dirinya. Sikapnya, sifatnya padaku masih sama. Masih membuatku tercengang!
Malam ini, aku merasakan dingin. Mungkin hanyalah dingin biasa, angin malam yang mencoba merasuk ke dalam kamarku, semakin menjadikan suasana malam ini mencekam. Tak ada orang satupun dirumah ini. Hanya dengan diselimuti selimut, aku mencoba memejamkan mataku. Berharap aku dapat terlelap dengan nyenyak dimalam yang dingin ini. Perasaanku juga semakin tak menentu. Handphone ku juga mati karena habis baterai.
Baru sekitar satu jam aku tertidur pulas, tiba – tiba dijendela kamarku terdengar suara.  Aku mungkin termasuk orang penakut, tapi jika ini membahayakan aku, aku tak segan – segan untuk melawannya! Aku mencoba bangun, mengendap – ngendap dikamarku sendiri, mengambil sebatang kayu yang ada di pojokan dekat lemari ku. Perlahan, ku buka jendela kamarku yang tertutup oleh kain penutup jendela.
Dan benar adanya. Dibelakang jendelaku ada orang memakai jaket hitam dan memakai topi hitam pula. Dengan rasa takut yang memang sudah menyelimutiku sedari tadi, aku mengumpulkan semua keberanian didalam jiwaku, ku angkat kayu itu tepat diatas kepala lelaki itu. Dan saat aku ingin memukulnya, tiba – tiba ia membalik badan. Mengejutkanku.

“ Selamat malam sayang!”
“ Kurang ngajar!”
“ Loh, aku kan pacarmu!”
“ Tapi kau juga tak berhak menakutiku seperti ini! Coba bayangkan, bagaimana jadinya kepalamu jika aku benar – benar memukulmu?”
“ Haha. Kamu mengkhawatirkanku juga ternyata Liv!”. Dimas malah menertawakanku dengan puas sambil membuka jaketnya.
“ Mau apa kau kemari?”. Tanyaku ketus.
“ Hey, santai! Aku hanya merindukanmu”
“ You make me angry Dimas!”
“ Oh haha I’m so sorry Livi sayang”. Jawabnya sambil mengacak –acak rambutku yang memang sudah acak – acakkan.
Lalu, malam itu berubah menjadi malam yang menyenangkan. Lagi – lagi untuk yang kesekian kalinya, Dimas membuat hariku berwarna meski dimalam yang gelap dan dingin sekalipun.

Aku dan Dimas, mengobrol; mengadu segala keluh kesah, dan bercanda sampai larut malam. Dia membuatku benar – benar bahagia malam ini, dia membuatku tak ingin berpisah dengannya. Apapun itu, aku akan tetap berusaha untuk memberikan cinta untuknya meski mungkin nanti, jarak akan memisahkan aku dengannya.


*Bersambung

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Seharusnya Tidak Seperti Ini

Aku tidak berbohong, Ketika aku mengatakan tertarik padamu. Aku tidak menyangkal, Bahwa aku memikirkanmu. Tapi setelah terpikirkan kembali, Seharusnya tidak seperti ini. Sebagaimana mestinya, Hati dapat terbolak balik. Ketika matahari terbenam, Rinduku tidak ikut membenamkan diri. Seharusnya tidak seperti ini. Sebagaimana mestinya, Rasa ini terkadang berubah. Aku tidak lari. Aku tidak bersembunyi. Tapi apa yang terjadi? Saat Allah berkata jangan, Aku takkan melakukan. Aku berjaga. Aku turut diam. Bahkan ketika kamu menjauhkan diri, Meski rinduku menusuk hati, Aku tidak menuntutmu untuk berbalik. Aku tidak menyerah. Aku hanya pasrah karena Allah. Karena Allah tahu. Karena Allah sudah putuskan. Seharusnya tidak seperti ini. Dari awal angin berhembus menerbangkan dedaunan kering itu, Seharusnya aku tahu, Hatiku milikNya. Dan aku tidak pergi kearah kemana hatiku tidak mengarahkannya. Kini, tinggalah hatiku sendiri. Dan kamu, juga telah tertutup embun