Langsung ke konten utama

BID'AH ALA SULTAN SHALAHUDDIN AL AYYUBI

AL WAZIR AL MASYHUR NIZHAM AL MULK, AS-SULTHAN AL ADIL AL 'ALIM AL MUJAHID SHALAHUDDIN AL AYYUBI
Dilahirkan pada tahun 532 H, beliau –semoga Allah merahmati beliau- seorang penganut Madzhab Asy'ari dalam aqidah dan pengamal Mazhab Syafi'I dalam fiqih, seorang yang berilmu, shalih, dan mutawadli' (rendah hati), wara', beragama, bersahaja (zuhud), sangat rajin untuk shalat berjama'ah, tekun dalam melaksanakan amalan-amalan sunnah dan shalat malam, memperbanyak dzikir, senang mendengar bacaan al Qur'an, hatinya khusyu', banyak meneteskan air mata (karena sedih meratapi kekurangannya), teman yang pengasih, lemah lembut dan suka memberi nasehat, adil, menyayangi rakyatnya, belas kasihan dan suka menolong kepada orang-orang yang dizhalimi dan orang-orang yang lemah, pemberani, pemurah, penyabar, akhlaqnya mulia, hafal al Qur'an, hafal kitab Tanbih dalam fiqih Syafi'i, banyak bertalaqqi hadits-hadits, selalu berdo'a kepada Allah dan tidak membuatnya gentar -dalam berjuang di jalan yang diridloi Allah- celaan orang yang mencela.
Wilayah kekuasaannya dari ujung Yaman sampai Maushil, dari Tripoli barat sampai Naubah, diserahi tampuk pemerintahan untuk seluruh daerah Syam, Yaman dan cakupannya seperti Emirat, Qatar, Bahrain, Oman, juga seluruh Hijaz, seluruh daerah di Mesir, banyak membangun dan menyemarakkan masjid-masjid dan madrasah-madrasah, menyemarakkan benteng di gunung, pagar di Kairo, membangun Kubah makam Imam Syafi'i, menghapus penarikan pajak, membuka sekitar tujuh puluh lebih kota dan benteng-benteng, membebaskan Quds (palestina) dan menyucikannya setelah dikuasai selama 90 tahun oleh orang-orang kafir. Wafat pada tahun 589 H, pada saat meninggal beliau berumur 57 tahun, dan tidak mewariskan kekuasaan ataupun tanah.
Di antara manaqib-manaqib beliau : Pada masa kekuasaannya beliau memerintahkan pada muadzin untuk mengumandangkan dasar-dasar aqidah sesuai dengan ibarat-ibarat Imam al Asy'ari di atas menara-menara sebelum adzan Shubuh dan agar diajarkan nazhaman yang dikarang oleh Muhammad ibn Hibatillah al Barmaki untuk anak-anak di kuttab-kuttab, nadzoman ini dinamkan Aqidah al Mursyidah, dan para muadzin pun melaksanakannya di setiap malam diseluruh masjid– masjid jami', kebiasaan itupun berlanjut sekitar 400 tahun lebih. Di antara bait-baitnya adalah sebagai berikut : 
وصانع العالم لا يحويه قطر تعالى الله عن تشبيه قد كان موجودا ولا مكان وحكمه الآن على ما كان سبحانه جل عن المكان وعز عن تغير الزمان فقد غلا وزاد في الغلو من خصه بجهة العلو
Maknanya : "Dan pencipta alam ini tidak diliputi oleh arah, Maha Suci Allah dari serupa" "Allah ada (tanpa permulaan/azali) dan belum ada tempat, dan setelah menciptakan tempat Ia tetap ada seperti semula (tanpa tempat)" "Maha Suci Allah dari bertempat, dan Maha Suci Allah dari perubahan masa" "Telah berlebihan dan bertambah berlebihan, orang yang menetapkan Allah ada di arah atas."
Inilah aqidah yang diajarkan di Universitas al Azhar di Mesir, dan di Universitas az-Zaitunah di Tunisia, bahkan diseluruh wilayah Maghrib, juga di Indonesia, Malaysia, Pakistan, Turki, daratan Syam, Sudan, Yaman, Irak, India, Afrika, Bukhara, Daghistan, Afganistan, dan semua Negara-negara Islam. Sejarawan Taqiyuddin al–Maqrizi (w.845H) dalam kitabnya al Mawaizh Wal I'tibath Bidzikril Alkhithoti Wal Atsar berkata :
"Ketika Sultan Shalahuddin Yusuf bin Ayyub diserahi jabatan pemerintahan, beliau mengeluarkan satu perintah kepada para muadzin untuk mengumandangkan di atas menara–menara pada malam hari menjelang shubuh pembacaan aqidah yang dikenal dengan al Aqidah al Mursidah dan selanjutnya para muadzin melaksanakan secara terus menerus perintah itu dengan membacakan kitab aqidah tersebut di setiap malam di seluruh masjid jami' di Mesir sampai sekarang.

Al Hafidz Jalaluddin as-Suyuti (w. 911 H) dalam kitabnya al Wasail ila Ma'rifat al Awail :
"Ketika Sultan Shalahuddin Yusuf bin Ayyub diserahi pemerintahan, beliau membuat satu perintah kepada para muadzin untuk mengumandangkan di atas menara–menara pada malam hari menjelang shubuh pembacaan aqidah yang dikenal dengan al Aqidah al Mursyidah dan selanjutnya para muadzin melaksanakan secara terus menerus perintah itu dengan membacakan kitab aqidah tersebut di setiap malam di seluruh masjid jami' di Mesir sampai sekarang".

Al a'lamah al Muhammad ibn A'lan ash-Shidiqi as-Syafi'i (w. 1057 H) dalam kitabnya al Futuhat ar-Rabbaniyah a'la al Adzkar an-Nawawiyah berkata :
"Ketika Shalahuddin ibn Ayub diserahi jabatan pemerintahan dan beliau menghimbau masyarakat untuk teguh mempertahankan aqidah Asy'ari, beliau memerintahkan kepada para muadzin untuk mengumandangkan aqidah Asy'ariyah yang di kenal dengan sebutan al Aqidah al Mursyidah,dan mereka terus menjalankan perintah itu dan membacakan aqidah ini setiap malamnya sebelum shubuh".

Dalam kitab Thabaqat asy-Syafi'iyah Tajuddin sa-Subki mengatakan bahwa Syekh Fahruddin ibn Asakir mengajarkan al Aqidah al Mursyidah .
Di Damaskus al Hafidz Shalahuddin al A'la'i (W.761.H) sebagaimana dinukil oleh as-Subki dalam Thabaqat asy-Syafi'iyah berkata dan al Aqidah al Mursyidah ini pengarangnya benar–benar berada di jalan yang lurus dan dia telah benar dalam mensucikan Allah yang maha agung.

Tajuddin as-Subki (w.771H) dalam kitabnya Mu'id an-Nia'am wa Mubid an-Niqam mengatakan: 
"Aqidah Asy'ari ialah aqidah yang terdapat pada kitab aqidah karya Abu Ja'far ath-Thahawi, Aqidah Abu al Qasim al Qusyairi, dan aqidah yang terkenal yang bernama al Aqidah al Mursyidah, ke empat–empatnya sama-sama meyakini dasar-dasar aqidah Ahlussunnah wal Jamaah.

Imam Muhammad ibn Yusuf as-Sanusi (w.895H) dalam Syarahnya:
"al Aqidah al Mursyidah yang dinamakan dengan al Anwar al Mubayyinah li Ma'ani I'qdi al Aqidah al Mursyidah bersepakat para imam-imam atas kebenaran aqidah ini dan aqidah ini adalah aqidah mursyidah rosyidah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Seharusnya Tidak Seperti Ini

Aku tidak berbohong, Ketika aku mengatakan tertarik padamu. Aku tidak menyangkal, Bahwa aku memikirkanmu. Tapi setelah terpikirkan kembali, Seharusnya tidak seperti ini. Sebagaimana mestinya, Hati dapat terbolak balik. Ketika matahari terbenam, Rinduku tidak ikut membenamkan diri. Seharusnya tidak seperti ini. Sebagaimana mestinya, Rasa ini terkadang berubah. Aku tidak lari. Aku tidak bersembunyi. Tapi apa yang terjadi? Saat Allah berkata jangan, Aku takkan melakukan. Aku berjaga. Aku turut diam. Bahkan ketika kamu menjauhkan diri, Meski rinduku menusuk hati, Aku tidak menuntutmu untuk berbalik. Aku tidak menyerah. Aku hanya pasrah karena Allah. Karena Allah tahu. Karena Allah sudah putuskan. Seharusnya tidak seperti ini. Dari awal angin berhembus menerbangkan dedaunan kering itu, Seharusnya aku tahu, Hatiku milikNya. Dan aku tidak pergi kearah kemana hatiku tidak mengarahkannya. Kini, tinggalah hatiku sendiri. Dan kamu, juga telah tertutup embun